Putuskan Tunda Pemilu 2024, Tindakan PN Jakpus Lampaui Kewenangan

Jakarta, CNNIndonesia —
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan KPU RI untuk menunda pelaksanaannya pemilu 2024 dianggap tidak relevan dengan pokok gugatan. Hal itu disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita.
Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta PusatMenurut JPRR, tindakan tersebut merupakan tindakan kejam karena berdasarkan sistem hukum pemilu, Pengadilan Negeri hanya berwenang menyelesaikan kasus tindak pidana pemilu dan menyelesaikan sengketa partai politik.
“Ini tindakan yang kejam jika suara penundaan pilkada datang dari Pengadilan Negeri,” kata Nurlia, seperti dilansir Antara, Sabtu (4/3).
IKLAN
GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN
Nurlia menegaskan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak didasarkan pada alasan mengembalikan hak para penggugat yang dirugikan. “Hanya berdasarkan alasan menghukum KPU, bukan alasan pemulihan hak yang dirugikan, alasan tidak relevan dengan masalah,” ujarnya.
Menurutnya, majelis hakim tidak berargumen dalam menafsirkan ketentuan terkait tindak lanjut dan tindak lanjut pemilu, serta mekanisme penetapan penundaan pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Pemilu). Hukum).
Ia juga menilai keputusan memerintahkan KPU untuk melaksanakan tahapan pemilu dari awal kurang lebih 2 tahun 4 bulan 7 hari bermasalah, karena melanggar konstitusi untuk menunda pemilu dalam waktu yang irasional atau argumentatif.
“Kalau mau kembali ke titik awal dari awal pendaftaran parpol peserta pemilu, kira-kira butuh waktu delapan bulan dihitung mulai Juni 2022 dan seterusnya. Tidak lebih dari dua tahun,” jelas Nurlia.
“Ini tentu kejanggalan dan keanehan dalam penerapan hukum oleh dewan,” imbuhnya.
Tegasnya, Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap perbuatan badan publik, karena yang berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sebagaimana dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 2 tahun 2019.
“Kalau PN tidak punya kewenangan mengadili, itu tindakan yang melebihi kewenangannya,” ujarnya.
Ia pun menyayangkan gugatan yang diajukan Parti Rakyat Adil Makmur (Prima) sejak awal tidak dibuka ke publik apalagi dengan adanya tuntutan penundaan pilkada.
Untuk itu, JPPR mendorong proses persidangan mendapat perhatian Komisi Yudisial (KY) untuk memantau persidangan secara besar-besaran agar memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
“Untuk memastikan proses persidangan ke depan menjamin penerapan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH),” ujarnya.
JPRR, kata dia, juga mendesak adanya audit pelaksanaan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) oleh KPU, serta gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) oleh Partai Prima.
“Karena proses pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu dinilai merugikan penggugat, dalam hal ini penggugat tidak lolos verifikasi administrasi karena implementasi Sipol bermasalah,” jelasnya.
Menurutnya, JPPR beberapa kali menyatakan bahwa penggunaan Sipol dimaksudkan sebagai alat yang tidak dapat diakses dan tidak terbuka yang dapat mengakibatkan status kepesertaan partai politik. “Terkait kewajiban pemenuhan antara dokumen dan keterangan dokumen yang masuk ke Sipol,” jelasnya.
(Wow)
[Gambas:Video CNN]